Deiforn (5. Bangsa Narmos)

Angin berhembus kencang menemani perjalan Irene dan yang lainnya. Mereka berjalan dengan langkah ringan. Mereka berjalan di jalan berpasir dengan rumput yang berwarna hijau di kanan dan kirinya, membungkai jalanan dengan sempurna.

"Makhluk tadi menyebalkan sekali." Ucap Irene mengomel sembari berjalan di tengah Hanix dan Siema. Hanix dan Siema hanya mendengarkan dengan pasrah karena mereka tidak mau membat Irene marah lagi. Bahasa kasarnya mereka takut kepada Irene.

"Tak sadar diri. Padahal dirinya jelek tapi berani-beraninya dia mendekatiku yang cantik ini." Lanjut Irene mengomel membuat Hanix dan Siema memutar mata mendengar apa yang Irene katakan. Pasalnya tadi Irene yang menghampiri makhlu itu tapi dengan seenaknya ia memutarbalikkan fakta.

"Kau maklumi saja namanya juga makhluk aneh." Ucap Hanix tiba-tiba seraya tersenyum lebar. Namun tiba-tiba dia termenung, mengapa dia menjadi mendukung perkataan Irene padahal itu salah. Apakah dia menjadi takut dengan Irene.Hanix segera mengelenggangkan kepalanya dengan kuat untuk mengenyahkan pemikiran itu.

"Kau kenapa?" Tanya Siema melihat apa yang dilakukan Hanix sembari mengepakkan sayapnya. Irene pun ikutan menoleh ke Hanix karena penasaran

"Oh tidak ada apa-apa." Ucap Hanix dengan senyum lebar yang mampu meyakinkan mereka berdua. Hanix kembali berpikir, apakah dengan bersama irene kejiwaan ia menjadi rusak?. Hanix pun segera mengenyahkan pemikiran itu dan terus berjalan.

Kini mereka memasuki padang rumput yang sangat luas dan berwarna hijau. Dari kejauhan terlihat sebuah permukiman. Permukiman itu terlihat kecil dari jauh. Permukiman itu tampak indah disinari sinat matahari senja. Gubuk gubuk berwarna putih tersebar di seluruh desa dengan pola yang rapi. Aroma khas menguar samar darisana.

"Itu dia tempat klan Narmos." Ucap Siema.

"Ya sudah lama aku tak kesana." Timpal Hanix.

"Oh tempatnya terlihat anggun sekali." Komentar Irene

Mereka pun terus berjalan karena sudah mendekati tempat tujuan. Mereka berjaln terus dan akhirnya sampai di depan permukiman klan Narmos.

Para penduduk klan Narmos berlalu lalang di depan pintu masuk desa. Mereka semua perwakannya terlihat mirip dengan manusia biasa, namun kulit mereka berwarna agak ke abu-abuan dengan telinga memanjang sampai leher dan hidung ya g agak menjorok ke dalam.

Mereka terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada seorang ibu yang sedang memanggul kerajang berisi rumput berwarna hijau cerah di ujung desa, membelakangi matahari, menciptakan siluet yang terlihat indah. Ada juga seorang pria yang meggandeng anaknya mengelilingi desa.

Melihat suasana desa Narmos yang begitu tenang, hati Irene menjadi tenang juga. Gubuk gubuk berdiri dengan kokohnya beralaskan rerumputan.

Hanix, Irene, dan Siema melangkah masuk ke desa Narmos. Mereka bertiga masuk dengan disambut senyum ramah penduduk yang ada disana. Para penduduk memberi kehanggatan kepada para pendatang yang singgah di desa mereka. Mereka seolah tak takut bahwa mereka akan berniat jahat. Tak terlintas sedikit lum di pikiran mereka. Mereka menyambut para pendatang seperti keluarga mereka sendiri.

Tiba-tiba seorang dari salah satu bangsa Narmos berjalan ke arah mereka. Aura kekuasaan terpancar begitu kuat dari dalem dirinya. Bahkan para penduduk yang berlalu lalang dibelakanya tak terlihat menarik lagi karena tertutup aura kekuasaannya. Wibawanya begitu terasa bahkan dari jarak yang jauh sekalipun.

Hanix dan Siema yang melihatnya pun sedikit membungkuk memberi penghormatan. Melihat kedua temannya membungkukkan badan, Irene pun mengikutinya. Irene dapat merasakan aura yang kuat dari orang ini, namun entah kenapa timbul perasaan aneh dalam hatinya.

Kini ia telah sampai di hadapan ketiga makhluk yang datang ke desa Narmos. Ia tersenyum kepada mereka bertiga. Senyumnya terlihat tulus dari dalam hati. Ia terlihat baik sekali. Dapat dirasakan sikap kepemimpinan dalam dirinya.

"Deicres," ucap Hanix sembari tersenyum ceria.

"Kalian sudah datang jauh jauh kesini. Mari ikutiku, kalian pasti butuh istirahat." Ucap Deicres.

Deicres berjalan menuju salah satu bidang tanah yang di tumbuhi rumput hijau yang panjang. Tak ada yang aneh dengan bidang tanah itu,terlihat begitu normal dengan yang lainnya. Namun dalam hitungan detik kemudian, bidang tanah itu terbuka lebar memerlihatkan suatu ruangan di bawah sana. Irene terkagum melihat hal itu. Matanya membesar tak percaya dengan mulut membuka.

"Ayo masuk." Ucap deicres lalu melompat masuk tanpa sedikitpun keraguan.

Hanix, Irene serta Siema mengikutinya, melompat masuk ke dalam lubang tersebut. Sedikit sulit bagi Hanix untuk melompat masuk dikarenakan bentuk tubuhnya. Setelah mereka semua masuk tanah itu kembali tertutup.

Bagian dalam tersebut sangat luas. Benar-benar luas. Diterangi dengan banyak obor di dinding-dindingnya membuat ruangan tersebut sedikit terang, namun masih dapat dirasakan sedikit kegelapannya. Di dalam sana banyak anggota bangsa Narmos yang berlalu lalang sama seperti di atas sana. Kebanyakan bangsa Narmos disini seperti prajurit. Di dalam sana juga terdapat banyak ruangan seperti gua.

"Kalian beristirahat lah disana." Ucap Deicres seraya menunjuk ketiga ruangan yang berada di pinggir. Cukup terpencil lokasinya.

"Sebenarnya yang mulia tak perlu menyiapkan tempat istirahat untuk kami." Ucap Hanix dengan nada hormat.

"Tidak apa-apa. Kalian segeralah beristirahat. Aku masih ada urusan yang penting." Ucap Deicres lalu menghilang perlahan.

Setelah Deicres menghilang, Irene dan lainnya langsung menunjuk ruangan yang ditunjukkan oleh Deicres. Kemudian mereka berpisah untuk masuk ke ruangannya masing masing. Irene mendaapat kamar di paling pinggir. Sudah letak ketiga kamar ini di paling pinggir dan Irene mendapat kamar paling pinggir dari ketiga kamar ini. Sunggu menyebalkan.

Sesampainya di dalam Irene langsung mengedarkan pandangannya, meneliti kamar tersebut. Kamar tesrbut cukup luas dengan berbagai perabotan dan aksesoris. Sebuah tempat tidur di letakkan di pinggir ruangan, meja dan kursi di letakkan disampingnya lalu lemari diletakkan di seberang tempat tidur. Obor diletakkan di keempat sisi yang merupakan batuan sebagai penerangan.

Irene merebahkan badannya di tempat tidur, melepaskan segala kelelahan. Ia memejamkan matanya lalu membukanya kembali. Irene merenungi nasibnya yang berubah sangat cepat. Rasanya baru kemarin ia masih di dunia tempat ia tinggal. Namun saat ini ia sudah berada di sebuah dunia asing. Dengan seekor burung bodoh serta gumpalan tanah yang bisa berbicara.

Dirinya masih tak bisa pervaya bahwa ia berada disini, di sebuat tempat bernama Deiforn. Sebuah dunia yang begitu asing baginya. Sebuah dunia yang ia yakini memiliki banyak rahasia tersembunyi. Sebuah wilayah dimana segala sesuatu di luar nalar dapat terjadi.

Awalnya ia sulit sekali untuk menyesuaikan diri dengan dunia ini, namun lama-kelamaan ia merasa nyaman tinggal disini. Ia sudah mengganggap tempat ini sebagai rumahnya. Rumahnya yang baru, yang dipenuhi oleh makhluk-makhluk aneh. Makhluk yang sama sekali belum pernah ia lihat di belahan bumi manapun.

Mungkin ini cobaan bagi dirinya untuk berpetualang di dunia asing. Lebih tepat disebut dengan tantangan. Tantangan untuk berpetualang di dunia aneh ini. Irene yakin jika ia bisa berada di dunia ini lasti karena ada tujuan tertentu. Tujuan yang ia sendiri tak tahu, hanya tuhan yang tahu. Tuhan sudah menggariskan takdir Irene untuk berada di dunia ini untuk suatu tujuan tertentu.

Kini hanya tugas bagi Irene untuk menemukan tujuan tersebut. Jika ia sudah mengetahui tujuan tersebut, ia akan tahu bagaiamana betindak di dunia ini. Namun itu belum tentu karena ada saat dimana jika kita sudah mengetahui tujuan itu kita dihadapakan oleh dua pilihm sulit.

Setelah semua yang Irene renungkan, apakah dia sudah berpikir terlalu jauh. Mungkin saja ia berada disini hanya karena ketidaksengajaan tanpa ada tujuan yang jelas. Mungkin ia berada disini hanya untuk bermain-main, tidak serumit seperti yang daritadi ia pikirkan. Entahlah, semua itu masih diselimuti oleh misteri bagi Irene.

Karena terlalu banyak berpikir dan merenung, pikiran Irene menjadi lelah dan tak lama ia sudah berada di alam mimpi. Terbuai di dalam sana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deiforn(novel): Sinopsis

Asal mula dipakainya obor dalam olimpiade

Jenderal Ahmad Yani