Sebuah Hutan, Seorang Wanita Tua, dan Sebuah Rahasia.
Cerita ini saya tulis tanpa persiapan sama sekali. Saya bahkan Tidak memikirkan jalan ceritanya dari awal. Saya tulis apa yang ada di pikiran saya. Saya hanya membiarkan imajinasi mengalir. Jadi kalo alurnya gak jelas dan berantakan mohon dimaklumin. Saya juga gak nyangka bakal sebanyak 1386 kata, tapi mau gimana lagi. Jadi ya mohon maaf jika cerita ini memiliki banyak kekurangan.
_____________________________________
Seorang anak terlihat mengumpulkan ranting ranting kayu di tengah hutan yang cukup lebat. Ia memunguti setiap ranting yang ada disana karena disuruh oleh neneknya agar kayu itu dijadikan kayu bakar.
Hutan tempat ia memungut ranting itu terletak sangat jauh dari desa tempat Tera tinggal. Hutan ini sangat terpencil karena tak ada satupun bangunan yang terletak dekat hutan ini. Hutan ini terlihat seperti hutan mati karena sangat jara g manusia datang kesini. Para hewan pun jara g terlihat.
Tera memilih hutan ini sebagai tempat untuk mencari ranting ranting karena di hutan ini terdapat banyak ranting. Ia juga suka menyendiri jadi hutan ini pilihan yang sangat cocok untuk Tera mencari ranting. Ia juga sering datang kesini untuk menikmati ketenangannya.
Ia berpindah tempat untuk mencari ranting yang kualitasnya lebih bagus. Ia berjalan sembari memanggul ranting itu dipunggungnya. Ia berjalan semakin dalam ke hutan tersebut. Semakin dalam ia memasuki hutan tersebut, sinar matahari yang masuk semakin sedikit membuat suasana menjadi mencekam.
Tera berjalan di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Ia tiba tiba berhenti berjalan dan terkejut karena ia melihat sebuah gubuk di tengah hutan ini. Sepanjang pengetahuannya tidak ada satu bangunan pun di hutan ini, bahkan di sekitar hutan ini. Lalu mengapa sekarang ia melihat gubuk di tengah hutan ini. Timbul pertanyaan di benaknya.
Rasa penasaran Tera terlalu besar untuk menahan agar tidak mendekati gubuk itu, maka Tera pun segera menghampiri gubuk itu secara perlahan. Perasaan gugup megiringi langkahnya menuju gubuk. Semakin dekat dia dengan gubuk itu rasa gugup pun semakin besar. Entah mengapa Tera merasakan aura yang aneh terpancar dari gubuk itu.
Ia kini sudah berada di depan gubuk tersebut. Gubuk itu berbentuk lingkaran tak beraturan dengan atap yang berbentuk kerucut yang agak besar sebelah. Gubuk itu berwarna ungu gelap. Ada dua jendela berbentuk belah ketupat di bagian depan dengan pintu yang berada di tengahnya.
Tera dengan ragu memegang gagang pintu tersebut yang terbuat dari akar pohon. Ia berpikir sejenak untuk membuka pintu tersebut, ia berpikir apakah tindakannya tepat atau tidak.
Ia memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. Pintu itu berderit dengan sangat keras saat dibuka oleh Tera. Tera menggerutu sendiri karena tak hati-hati saat membuka pintu tersebut.
Ruangan di dalam gubuk itu sanagt luas, lebih luas dsripada jika dilihat dari luar. Bagian dalam gubuk itu temaram karena tak ada cahaya matahari yang masuk. Sumber penerangan hanya dari dua obor yang tertempel pada dinding di dekat pintu. Perabot di dalam gubuk itu terlihat antik dengan terbuat dari kayu. Beberapa lukisan aneh tertempel di dinding.
SSRRT!
Suara derit lantai kayu membuat Tera tercekat. Ia menoleh ke arah sumber suara tersebut dan terlihatlah seorang wanita tua yang sedang berdiri. Wanita tua terlihat ringkih sekali dengan tubuh bungkuknya. Kulitnya keriput kemerahan seperti habis terebus di air mendidih. Matanya menjorok ke dalam dengan hidung yang lebar serta mulut yang bergetar dengan gigi berwarna kuning di dalamnya.
Wanita itu mencoba kembali berjalan menghampiri Tera, namun kesulitan karena tubuh lemahnya. Bibirnya bergetar hebat seakan akan ingin mengatakan sesuatu. Muncul perasaan iba di hati Tera saat melihat wanita tua itu. Tera pun segera menghampiri wanita itu dan membantunya duduk di kursi yang berada di ruangan itu.
Wanita tua itu mendekatkan bibirnya ke telinga Tera dan membisikan sesuatu.
"Hartya." Bisiknya lirih di telinga Tera. Bisiknya begitu lirh dan memilukan, dapat mematahkan hati siapa pun yang mendengarnya walaupun tak tahu artinya.
'Hartya' itu merupakan bahasa Lispra. Tera tahu artinya yaitu rindu. Tera tahu karena sewaktu ia kecil ia pernah belajar bahasa Lispra di istana sewaktu ada program pembelajaran bahasa tersebut.
'Rindu' satu kata itu sebenarnya memiliki makna yang jelas. Namun juga ditelusuri lebih jauh kata itu memiliki berbagai macam makna. Tera tidak tahu rindu apa yang dimaksud wanita ini. Apakah ia rindu keluarganya? Atau yang lainnya.
Tera memandang wajah wanita itu untuk mencari tahu makan kata rindu yang ia ucapkan. Wajah wanita itu tak memberikan jawaban apa-apa. Hanya ada sebuah raut wajah sedih dengan mata berkaca-kaca yang dapat membuat hati siapa pun yang melihat merasa teriris.
Saat ini Tera merasa buntu. Ia bingung siapa wanita tua ini? Mengapa ia bisa berada di hutan ini? Dan apa yang ia maksud. Petanyaan-pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di benak Tera.
"Maaf, tapi apa yang anda maksud saya tak mengerti." Ucap Tera karena merasa jengah dengan semua pertanyaan di pikirannya.
"Tolong aku. Aku disini sangat kesepian." Ucap wanita tua itu dengan susah payah.
"Kalau kau disini kesepian kenapa kau tidak keluar saja dari gubuk ini dan hutan ini." Ucap Tera.
"Tidak bisa hutan ini sebenarnya adalah hutan terkutuk dan aku pernah membuat janji jika aku akan selalu berada di dalam hutan ini." Ucap wanita tua itu dengan raut wajah sedih.
Tera tersentak karena hal itu juga sempat terlintas di pikirannya. Ia sempat berpikir alangkah indahnya jika ia tinggal disini untuk selamanya. Lalu apakah nasibnya akan sama seperti wanita tua ini. Ia mengenyahkan hal tersebut dari pikirannya.
"Lalu kenapa dahulu aku tidak pernah melihat gubuk ini dan sekarang aku dapat melihatnya." Ucap Tera penasaran.
Tiba tiba saja raut sedih di wajah wanita itu memudar digantikan dengan pandangan iba kepada tera. Tera merasa ada hal yang tidak beres saat melihat pandangan iba wanita tua itu yang ditunjukkan untuknya. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada dirinya.
"Kau akan bernasib sama dengan diriku makanya kau bisa melihat aku dan gubuk ini." Wanita tua itu berhenti sebentar.
"Dahulu aku juga sering bermain di hutan ini dan pada suatu saat terlintas di pikiranku bahwa akan enak sekali jika tinggal di hutan ini dan tak lama aku melihat sebuah gubuk dengan lelaki tua di dalamnya. Kau pasti tau kelanjutannya."
Bagai petir di siang bolong, perasaan Tera menjadi tidak karuan. Ia merasa panik bercampur khawatir. Saat ini dirinya tidak bisa tenang saat tahu bahwa ia akan bernasib sama seperti wanita tua ini. Perlahan setetes air mata mengalir dari mata kirinya.
"Ssstttt. Tenanglah, percaya kepadaku semua akan baik baik saja. Tak masalah jika kau akan bernasib sama seperti aku. Jika aku saja mampu menghadapinya maka kau pun mampu." Ucap wanita tua itu menenangkan Tera.
Perlahan-lahan Tera semakin tenang mendengar perkataan wanita tua itu. Ia tak panik lagi mendengar nasib yang akan menimpanya. Ia kini yakin ia mampu melewatinya.
"Waktulu tinggal sebentar lagi dan aku punya permintaan kepadamu." Ucap wanita tua itu kepada tera.
"Apa maksudmu dengan waktumu tinggal sedikit lagi?" Ucap Tera tak mengerti.
"Kau tak perlu tahu dan permintaanku adalah..." Wanita tua itu berhenti sebentar. Ia mengambil telapak tangan Tera dan membukanya. Lalu ia meletakkan sebuah kalung berwarna hijau zamrud kepada Tera.
"Tolong kau berikan ini kepada cucuku." Ucap Wanita tua itu kepada Tera.
"Tapi katamu aku tidak akan pernah bisa keluar lagi darisini?" Tanya Tera tak mngerti.
"Memang, tapi kau mempunyai satu hari untuk menikmati hari terakhirmu di dunia luar dan maaf di hari terakhirmu kuminta kau untuk melakukan sesuatu. Jadi apakah kau mau?" Ucap wanita tua itu.
Tera tertegun sesaat. Ia menimang apakah hari terakhirnya akan ia habiskan bersama neneknya di rumah, sebelum berpisah ataukah ia lebih menghabiskan waktunya hanya untuk menolong seorang wanita tua yang kesepian ini. Di satu sisi ia ingin sekali menghabiskan hari terakhirnya bersama orang yang ia sayangi, namun di sisi lain ia merasa iba melihat wanita tua ini.
Perlahan-lahan Tera menganggukkan kepalanya, pertanda ia lebih memilih untuk menolong wanita tua kesepian yang tak pernah ia temui daripada menghabiskan hari terakhirnya bersama dengan orang yang ia sayangi. Ia rela berkorban untuk menolong orang yang bahkan tidak ia ketahui namanya sampai sekarang.
"Tapi dimana keberadaan cucumu itu?" Tanya Tera.
"Akan kutunjukkan. Jika sudah disana taruhlah disana, jangan berikan secara langsung." Ucap wanita tua itu. Perlahan tapi pasti tubuh wanita itu berubah menjadi serbuk cahaya dan terbang keluar. Tera mengerti ia harus mengikuti serbuk itu.
Tera mengikuti serbuk itu dan sampailah ia di sebuah padang rumput yang sangat luas. Sejauh mata memandang hanya ada pandang rumput. Di tengah-tengah padanf rumput itu terdapat sebuah gubuk bercat putih. Seorang wanita muda terlihat sedang memotong rumput dan tak menyadari kehadiran Tera. Tera pun segera menaruh kalug tersebut di beranda rumah kemudian pergi.
Matahari mulai turun dari singgasannya dan perlahan digantikan oleh sang rembulan. Tiba tiba saja tubuh Tera seperti tertarik dan dalam sekejap mata ua telah berada di gubuk yang tadi. Tera mengerti waktunya telah tiba. Ia pun duduk di salah satu kursi yang menghadap langsung ke jendela. Menyaksikan kekuasaan sang mentari yang runtuh digantikan kekuasaan sang rembulan.
_____________________________________
Seorang anak terlihat mengumpulkan ranting ranting kayu di tengah hutan yang cukup lebat. Ia memunguti setiap ranting yang ada disana karena disuruh oleh neneknya agar kayu itu dijadikan kayu bakar.
Hutan tempat ia memungut ranting itu terletak sangat jauh dari desa tempat Tera tinggal. Hutan ini sangat terpencil karena tak ada satupun bangunan yang terletak dekat hutan ini. Hutan ini terlihat seperti hutan mati karena sangat jara g manusia datang kesini. Para hewan pun jara g terlihat.
Tera memilih hutan ini sebagai tempat untuk mencari ranting ranting karena di hutan ini terdapat banyak ranting. Ia juga suka menyendiri jadi hutan ini pilihan yang sangat cocok untuk Tera mencari ranting. Ia juga sering datang kesini untuk menikmati ketenangannya.
Ia berpindah tempat untuk mencari ranting yang kualitasnya lebih bagus. Ia berjalan sembari memanggul ranting itu dipunggungnya. Ia berjalan semakin dalam ke hutan tersebut. Semakin dalam ia memasuki hutan tersebut, sinar matahari yang masuk semakin sedikit membuat suasana menjadi mencekam.
Tera berjalan di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Ia tiba tiba berhenti berjalan dan terkejut karena ia melihat sebuah gubuk di tengah hutan ini. Sepanjang pengetahuannya tidak ada satu bangunan pun di hutan ini, bahkan di sekitar hutan ini. Lalu mengapa sekarang ia melihat gubuk di tengah hutan ini. Timbul pertanyaan di benaknya.
Rasa penasaran Tera terlalu besar untuk menahan agar tidak mendekati gubuk itu, maka Tera pun segera menghampiri gubuk itu secara perlahan. Perasaan gugup megiringi langkahnya menuju gubuk. Semakin dekat dia dengan gubuk itu rasa gugup pun semakin besar. Entah mengapa Tera merasakan aura yang aneh terpancar dari gubuk itu.
Ia kini sudah berada di depan gubuk tersebut. Gubuk itu berbentuk lingkaran tak beraturan dengan atap yang berbentuk kerucut yang agak besar sebelah. Gubuk itu berwarna ungu gelap. Ada dua jendela berbentuk belah ketupat di bagian depan dengan pintu yang berada di tengahnya.
Tera dengan ragu memegang gagang pintu tersebut yang terbuat dari akar pohon. Ia berpikir sejenak untuk membuka pintu tersebut, ia berpikir apakah tindakannya tepat atau tidak.
Ia memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. Pintu itu berderit dengan sangat keras saat dibuka oleh Tera. Tera menggerutu sendiri karena tak hati-hati saat membuka pintu tersebut.
Ruangan di dalam gubuk itu sanagt luas, lebih luas dsripada jika dilihat dari luar. Bagian dalam gubuk itu temaram karena tak ada cahaya matahari yang masuk. Sumber penerangan hanya dari dua obor yang tertempel pada dinding di dekat pintu. Perabot di dalam gubuk itu terlihat antik dengan terbuat dari kayu. Beberapa lukisan aneh tertempel di dinding.
SSRRT!
Suara derit lantai kayu membuat Tera tercekat. Ia menoleh ke arah sumber suara tersebut dan terlihatlah seorang wanita tua yang sedang berdiri. Wanita tua terlihat ringkih sekali dengan tubuh bungkuknya. Kulitnya keriput kemerahan seperti habis terebus di air mendidih. Matanya menjorok ke dalam dengan hidung yang lebar serta mulut yang bergetar dengan gigi berwarna kuning di dalamnya.
Wanita itu mencoba kembali berjalan menghampiri Tera, namun kesulitan karena tubuh lemahnya. Bibirnya bergetar hebat seakan akan ingin mengatakan sesuatu. Muncul perasaan iba di hati Tera saat melihat wanita tua itu. Tera pun segera menghampiri wanita itu dan membantunya duduk di kursi yang berada di ruangan itu.
Wanita tua itu mendekatkan bibirnya ke telinga Tera dan membisikan sesuatu.
"Hartya." Bisiknya lirih di telinga Tera. Bisiknya begitu lirh dan memilukan, dapat mematahkan hati siapa pun yang mendengarnya walaupun tak tahu artinya.
'Hartya' itu merupakan bahasa Lispra. Tera tahu artinya yaitu rindu. Tera tahu karena sewaktu ia kecil ia pernah belajar bahasa Lispra di istana sewaktu ada program pembelajaran bahasa tersebut.
'Rindu' satu kata itu sebenarnya memiliki makna yang jelas. Namun juga ditelusuri lebih jauh kata itu memiliki berbagai macam makna. Tera tidak tahu rindu apa yang dimaksud wanita ini. Apakah ia rindu keluarganya? Atau yang lainnya.
Tera memandang wajah wanita itu untuk mencari tahu makan kata rindu yang ia ucapkan. Wajah wanita itu tak memberikan jawaban apa-apa. Hanya ada sebuah raut wajah sedih dengan mata berkaca-kaca yang dapat membuat hati siapa pun yang melihat merasa teriris.
Saat ini Tera merasa buntu. Ia bingung siapa wanita tua ini? Mengapa ia bisa berada di hutan ini? Dan apa yang ia maksud. Petanyaan-pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di benak Tera.
"Maaf, tapi apa yang anda maksud saya tak mengerti." Ucap Tera karena merasa jengah dengan semua pertanyaan di pikirannya.
"Tolong aku. Aku disini sangat kesepian." Ucap wanita tua itu dengan susah payah.
"Kalau kau disini kesepian kenapa kau tidak keluar saja dari gubuk ini dan hutan ini." Ucap Tera.
"Tidak bisa hutan ini sebenarnya adalah hutan terkutuk dan aku pernah membuat janji jika aku akan selalu berada di dalam hutan ini." Ucap wanita tua itu dengan raut wajah sedih.
Tera tersentak karena hal itu juga sempat terlintas di pikirannya. Ia sempat berpikir alangkah indahnya jika ia tinggal disini untuk selamanya. Lalu apakah nasibnya akan sama seperti wanita tua ini. Ia mengenyahkan hal tersebut dari pikirannya.
"Lalu kenapa dahulu aku tidak pernah melihat gubuk ini dan sekarang aku dapat melihatnya." Ucap Tera penasaran.
Tiba tiba saja raut sedih di wajah wanita itu memudar digantikan dengan pandangan iba kepada tera. Tera merasa ada hal yang tidak beres saat melihat pandangan iba wanita tua itu yang ditunjukkan untuknya. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada dirinya.
"Kau akan bernasib sama dengan diriku makanya kau bisa melihat aku dan gubuk ini." Wanita tua itu berhenti sebentar.
"Dahulu aku juga sering bermain di hutan ini dan pada suatu saat terlintas di pikiranku bahwa akan enak sekali jika tinggal di hutan ini dan tak lama aku melihat sebuah gubuk dengan lelaki tua di dalamnya. Kau pasti tau kelanjutannya."
Bagai petir di siang bolong, perasaan Tera menjadi tidak karuan. Ia merasa panik bercampur khawatir. Saat ini dirinya tidak bisa tenang saat tahu bahwa ia akan bernasib sama seperti wanita tua ini. Perlahan setetes air mata mengalir dari mata kirinya.
"Ssstttt. Tenanglah, percaya kepadaku semua akan baik baik saja. Tak masalah jika kau akan bernasib sama seperti aku. Jika aku saja mampu menghadapinya maka kau pun mampu." Ucap wanita tua itu menenangkan Tera.
Perlahan-lahan Tera semakin tenang mendengar perkataan wanita tua itu. Ia tak panik lagi mendengar nasib yang akan menimpanya. Ia kini yakin ia mampu melewatinya.
"Waktulu tinggal sebentar lagi dan aku punya permintaan kepadamu." Ucap wanita tua itu kepada tera.
"Apa maksudmu dengan waktumu tinggal sedikit lagi?" Ucap Tera tak mengerti.
"Kau tak perlu tahu dan permintaanku adalah..." Wanita tua itu berhenti sebentar. Ia mengambil telapak tangan Tera dan membukanya. Lalu ia meletakkan sebuah kalung berwarna hijau zamrud kepada Tera.
"Tolong kau berikan ini kepada cucuku." Ucap Wanita tua itu kepada Tera.
"Tapi katamu aku tidak akan pernah bisa keluar lagi darisini?" Tanya Tera tak mngerti.
"Memang, tapi kau mempunyai satu hari untuk menikmati hari terakhirmu di dunia luar dan maaf di hari terakhirmu kuminta kau untuk melakukan sesuatu. Jadi apakah kau mau?" Ucap wanita tua itu.
Tera tertegun sesaat. Ia menimang apakah hari terakhirnya akan ia habiskan bersama neneknya di rumah, sebelum berpisah ataukah ia lebih menghabiskan waktunya hanya untuk menolong seorang wanita tua yang kesepian ini. Di satu sisi ia ingin sekali menghabiskan hari terakhirnya bersama orang yang ia sayangi, namun di sisi lain ia merasa iba melihat wanita tua ini.
Perlahan-lahan Tera menganggukkan kepalanya, pertanda ia lebih memilih untuk menolong wanita tua kesepian yang tak pernah ia temui daripada menghabiskan hari terakhirnya bersama dengan orang yang ia sayangi. Ia rela berkorban untuk menolong orang yang bahkan tidak ia ketahui namanya sampai sekarang.
"Tapi dimana keberadaan cucumu itu?" Tanya Tera.
"Akan kutunjukkan. Jika sudah disana taruhlah disana, jangan berikan secara langsung." Ucap wanita tua itu. Perlahan tapi pasti tubuh wanita itu berubah menjadi serbuk cahaya dan terbang keluar. Tera mengerti ia harus mengikuti serbuk itu.
Tera mengikuti serbuk itu dan sampailah ia di sebuah padang rumput yang sangat luas. Sejauh mata memandang hanya ada pandang rumput. Di tengah-tengah padanf rumput itu terdapat sebuah gubuk bercat putih. Seorang wanita muda terlihat sedang memotong rumput dan tak menyadari kehadiran Tera. Tera pun segera menaruh kalug tersebut di beranda rumah kemudian pergi.
Matahari mulai turun dari singgasannya dan perlahan digantikan oleh sang rembulan. Tiba tiba saja tubuh Tera seperti tertarik dan dalam sekejap mata ua telah berada di gubuk yang tadi. Tera mengerti waktunya telah tiba. Ia pun duduk di salah satu kursi yang menghadap langsung ke jendela. Menyaksikan kekuasaan sang mentari yang runtuh digantikan kekuasaan sang rembulan.
Komentar
Posting Komentar