Deiforn(3. Selamat Datang di Deiforn)
Irene mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat ini dengan pandangan kagum. Saat ini ia sedang berada di padang rumput yang sangat luas. Namun anehnya rumput disini tidak berwarna hijau atau coklat, melainkan berwarna-warni yang sangat indah. Sampai-sampai Irene merasa sedang berada di atas pelangi dan di atasnya terdapat langit malam yang penuh bintang. Disana juga tercium bau yang sangat harum.
"Wah ini indah sekali. Aku tak menyangka ada tempat sebagus ini." Ucap Irene mengagumi pemandangan yang ia lihat. Matanya memandang jauh menganggumi sampai ujungnya.
Irene mencabut sehelai rumput dari tanah. Ia mengamati struktur rumput tersebut dengan saksama. Namun saat asyik mengamati, tiba-tiba rumput tersebut berubah menjadi serbuk cahaya yang berwarna-warni. Lalu bagai keajaiban yang menghilang, rumput tersebut lenyap tertiup udara.
"Wah keren sekali. Apa ini semacam sulap?" Ucap Irene tak henti-hentinya menganggumi apa yang ia lihat. Keindahan tempat ini membuat dirinya terlena dan lupa bahwa ia sedang di tempat antah-berantah. Ini semua bagai keajaiban yang sering ia dengar dari dongeng-dongeng masa kecilnya.
Merasa bahwa yang ia lihat tadi begitu indah, Irene mencabut beberapa helai rumput sekaligus dan ia terbangkan rumput berwarna-warni tersebut ke udara. Seketika rumput-rumput itu kembali menjadi serbuk cahaya berwarna-warni. Sebelum akhirnya hilang tertiup udara, serbuk tersebut hilang bersama keajaibannya.
"Oh iya aku kan sedang tersesat." Ucap Irene dengan panik. Ia baru sadar bahwa dirinya sedang tersesat dan berhenti bermain-main. Namun hatinya merasa sedikit lega karena tersesat di tempat seindah ini.
Irene pun mengedarkan pandangannya. Di kejauhan ia hanya dapat melihat hutan. Hutan tersebut terlihat sangat indah saat bermandikan cahaya bulan dan bintang, membuat Irene lagi-lagi berdecak kagum. Melihat hanya ada hutan, ia pun segera berjalan menuju hutan tersebut.
Setelah berjalan sekitar setengah jam, akhirnya Irene sampai di depan hutan tersebut. Ia ragu sesaat untuk memasuki hutan tersebut. Ia pun mendonggakkan kepalanya ke atas. Bulan dan bintang terlihat sangat indah dengan latar langit malam, namun juga terasa kelam. Pemandangan itu mengirim sinyal tak enak ke hati Irene. Terlebih lagi bau tak sedap pun menguar dari dalam hutan tersebut. Namun Irene meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Segala sesuatu di hutan ini sangat menyeramkan. Batang-batang pohon di hutan ini terlihat seperti ingin mencengkram segala sesuatu yang memasukinya, seakan-akan hutan ini tak mengijinkan seorang pun memasukinya. Daun-daun di hutan ini berwarna hijau kehitam-hitaman seakan-akan ada kekuatan tersembunyi yang menyelubunginya.
Secara perlahan Irene melangkahkan kaki memasuki hutan. Langkahnya pelan namun pasti. Rimbunya pepohonan menghalangi cahaya rembulan masuk, seakan-akan menghalangi kebaikan memasukinya. Hutan ini ternyata sangat menyeramakan.
Irene terus menyusuri hutan tersebut, berharap menemukan jalan kembali ke rumah neneknya. Namun suatu suara di depan menakutinya. Suara tersebut seperti suara mengingatkan Irene dengan suara barang yang sedang diseret. Perlahan lahan suara tersebut mendekati Irene, membuat tubuh Irene membeku karena ketakutan.
Suara tersebut semakin dekat dan Irene sudah memersiapkan dirinya untuk menghadapi itu dengan berani. Suara tersebut tiba-tiba hilang, membuat Irene kebingunggan. Irene tetap waspada dan memerhatikan sekitar. Rasa gugup perlahan-lahan menjalar di tubuhnya.
Irene merasa seperti berada di tengah-tengah film horor
"Ha." Sesosok makhluk tiba-tiba muncul di depan Irene dan mengagetkannya sampai Irene terjatuh karena terkejut. Benar-benar seperti hantu di film horor, kemuculannya begitu tiba-tiba dan mengejutkan.
Irene pun menenangkan dirinya dan berdiri. Irene menatap makhluk di depannya dengan pandangan marah, seakan-akan siap menerkam makhluk di depannya. Mata memancarkan kilatan kemarahan.
"Kau berani-beraninya mengagetkanku. Apa kau sudah bosan hidup." Ucap Irene sangat murka. Irene berani seperti ini kepada makhluk di depannya karena makhluk di depannya penampilannya tidak menakutkan. Jika tidak, Irene tidak akan berani.
Makhluk tersebut berbentuk seperti gumpalan tanah yang cukup besar dengan tangan seperti belalai gajah yang juga berwarna coklat. Makhluk tersebut tak memiliki kaki jadi suara terseret tadi berasal dari dia yang sedang berjalan.
"Iya maaf. Aku hanya ingin bersenang-senang saja." Ucap makhluk tersebut dengan cengiran di wajahnya. Ia terlihat ceria sekali.
"Untung aku sedang berbaik hati. Kau kumaafkan." Ucap Irene berpura-pura memaafkan makhluk tersebut, padahal dirinya masih kesal setengah mati karena dikagetkan. Ia berpura-pura memaafkan makhluk tersebut, karena mungkin saja ia dapat membantunya pulang. Sungguh Irene licik sekali.
"Kalau begitu perkenalkan namaku adalah Hanix dan aku berasal dari bangsa Themet." Ucap Hanix memberitahu namanya yang terdengar asing di telinga Irene.
"Tunggu dulu sebenarnya aku ini ada dimana?" Tanya Irene. Ia bingung, rumput yang bisa menjadi serbuk cahaya dan makhluk aneh di depannya ini membuatnya yakin ia berada di negeri yang aneh seperti Narnia yang novelnya pernah ia baca.
"Kau saat ini berada di deiforn." Ucap Hanix dengan cengiran khasnya. Sesungguhnya Hanix ini makhluk yang sangat ramah.
"Deiforn?" Tanya Irene tak percaya dengan nama asing tersebut. Matanya menyipit meminta keyakinan.
"Iya deiforn tempat yang sangat indah." Ucap Hanix seraya melebarkan tangannya, seakan-akan diantara kedua tangannya itu terbentang dunia Deiforn.
"Ngomong-ngomong kau berasal dari bangsa apa. Aku belum pernah melihat yang sepertimu sebelumnya." Tanya Hanix yang terbiasa mengelompokkan makhluk berdasarkan bangsanya.
"Aku bukan berasal dari dunia ini dan aku seorang manusia." Ucap Irene.
"Jadi kau bukan dari dunia ini. Pantas saja aku belum pernah melihat yang sepertimu sebelumnya. Kalau begitu kau berasal dari mana?" Tanya Hanix terlihat begitu polos dengan mata yang ia gerakkkan ke atas.
"Aku berasal dari tempat bernama bumi. Kau pernah mendengarnya?" Ucap Irene.
"Aku belum pernah mendengarnya. Tempat seperti apa bumi itu?" Tanya Hanix dengan wajah yang ia majukan sedikit.
"Bumi itu sebenarnya sangat indah tapi banyak manusia yang merusaknya." Ucap Irene.
"Hmm jadi begitu. Kalau begitu manusia merupakan makhluk yang jahat." Ucap Hanix sembari menganggukkan kepalanya, membuat kesimpulan sendiri.
"ASTAGA kalau begitu aku sedang bersama makhluk yang jahat." Ucap Hanix tiba-tiba menyadari sesuatu berdasarkan kesimpulan yang aneh itu.
Mendengar hal itu membuat Irene mendidih kembali. Ia mengepalkan tanganya dan mengarahkannya ke wajah Hanix. Membuat Hanix meringis kesakitan.
"Wah ternyata kau benar-benar jahat. Kalau begitu aku harus menjauj darimu." Ucap Hanix bersiap meninggalkan tempat itu, namun ditahan oleh Irene.
"Tunggu dulu. Maksudku hanya beberapa saja yang jahat karena ada juga manusia yang baik." Ucap Irene menahan Hanix, karena Hanix merupakan satu-satunya kunci untuk ia keluar dari tempat ini.
"Kalau kau tidak jahat mengapa wajahmu seperti itu dan kenapa kau memukulku tadi?" Ucap Hanix dengan polos meminta penjelasan.
"Maafkan aku. Habisnya kau begitu mengesalkan." Ucap Irene berusaha agar makhluk di depannya ini tetap bersama dirinya.
"Hmm baiklah." Ucap Hanix
Hanix tiba-tiba memandang ke atas, ke arah langit. Langit terlihat tak lagi terlihat hitam pekat seperti tadi. Kali ini seakan-akan ada warna-warni di langit tersebut yang telihat samar.
"Hei sepertinya sebentar lagi hujan akan turun." Ucap Hanix memandang ke arah Irene.
"Kalau begitu kita cari tempat berteduh, rimbunnya pepohonan di hutan ini tak akan cukup untuk membuat kita agar tetap kering." Ucap Irene ingin beranjak pergi, namun tangannya di tahan oleh tangan Hanix.
"Jangan menyentuh tanganku dengan tanganmu." Ucap Irene terlihat jijik.
"Maaf. Tak kita tak akan kebasahan." Ucap Hanix.
"Kau bilang sebentar lagi akan hujan dan jika kita masih berada disini tentunya kita akan kebasahan." Ucap Irene.
"Kau tunggu dan lihat saja sebentar lagi." Ucap Hanix tersenyum penuh arti.
"Tunggu ap...." ucapan Irene terhenti karena ada setetes cahaya berwarna merah turun dari langit tepat di depan matanya. Irene kaget karena yang turun bukanlah setetes air melainkan setetes cahaya.
Irene pun sangat takjub melihat fenomena ini.
Berawal hanya setetes cahaya yang turun dari langit, cahaya-cahaya berwarna-warni yang lainnya pun mengikuti, menciptakan hujan cahaya yang sangat indah.
"Di deiforn tak hanya ada hujan air saja, hujan cahaya juga ada." Jelas Hanix kepada Irene yang terlihat kebingungan.
"Tak kupercaya ada hujan cahaya. Ini sangat indak sekali." Komentar Irene kagum.
Tetes demi tetes cahaya itu terus berjatuhan, menghujam Deiforn dengan keindahannya. Cahaya yang turun akan berada di atas tanah dan berkumpul di lubang-lubang menciptakan kolam kecil cahaya. Pemandangan ini sangat indah, sangat sayang untuk dilewatkan.
Hujan cahaya terus terun di Deiforn. Cahaya-cahaya seakan-akan ingin memamerkan keindahannya kepada Irene yang baru saja tiba di Deiforn, menyambutnya dengan keindahan.
"Kau mau lihat yang lebih indah lagi?" Tanya Hanix.
"Ada yang lebih indah dari ini?" Tanya Irene tak percaya
"Tentu saja." Ucap Hanix dengan senyum khasnya.
"Kalau begitu dimana itu?" Tanya Irene penasaran tempat indah apa yang dimaksud Hanix.
"Ayo ikuti aku." Ucap Hanix seraya beranjak pergi dengan diikuti Irene.
Mereka berjalan di hutan tersebut sampai akhirnya mereka dapat keluar. Saat keluar dari hutan tersebut, di kejauhan Irene dapat melihat cahaya terang berwarna-warni.
Cahaya tersebut seakan-akan mengajak Irene menghampirinya. Cahaya tersebut terlihat menggoda sekali untuk didatangi. Cahaya itu terlihat sangat magis sekali dari kejauhan.
"Itu tempatnya, ayo." Ucap Hanix seraya menunjuk cahaya tersebut. Irene penasaran cahaya apa itu. Bahkan Irene sampai lupa dengan keindahan hujan cahaya yang masih terjadi.
Setelah berjalan cukup lama, sampailah Irene di tempat cahaya tersebut berasal. Ternyata cahaya tersebut merupakan lautan yang berwarna-warni karena terkena hujan cahaya. Lautan ini terlihat sangat magis saat terkena hujan cahaya.
Irene takjub sekali saat melihat laut yang mengeluarkan cahaya berwarna-warni tersebut. Lautan inilah hal yang paling indah selama Irene berada di Deiforn sampai saat ini. Irene pun duduk di tepi laut tersebut sedangkan Hanix tidak bisa duduk dikarenakan bentuk tubuhnya.
"Wah, Deiforn benar-benar negeri yang sangat indah." Ucap Irene.
"Ini belum bagian terbaiknya." Ucap Hanix kepada Irene.
"Memangnya ada apa lagi?" Tanya Irene tak percaya aa yang lebih indah dari laut di depannya.
"Tunggu sebentar lagi." Ucap Hanix.
Irene pun menunggu sesuai perkataan Hanix. Di bawah hujan cahaya dan di pinggir laut bercahaya Irene menunggu. Ia menunggu di antara dua keindahan.
Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba air laut yang semula tenang mulai bergerak.Irene menuggu dengan saksama sedangkan Hanix, ia hanya tersenyum dengan tangannya yang seperti belalai bergerak karena tertiup angin.
Air laut yang semula bergerak secara perlahan, semakin lama gerakannya semakin intens. Hingga pada puncaknya air laut yang bercahaya tersebut bergerak tinggi ke atas. Air tersebut bagi menari-nari di udara. Irene sangat takjub melihat air laut yang bercahaya bergerak bagai menari-nari.
Air laut itu bergerak-gerak membentuk banyak hal. Pertama-tama air laut itu membentuk seperti seekor lumba-lumba lalu ia membentuk pohon-pohon dengan bentuk beraneka ragam. Selanjut Aor lut itu membentuk banyak bentuk geometris yang sangat indah.
Air laut itu bergerak dengan gemulainya memberikan pertunjukkan yang sangat indah kepada siapa saja yang melihatnya. Air laut ini memancarkan keindahannya yang tiada tara kepada Irene. Irene beruntung dapat menyaksikan ini.
"Wah ini indah sekali." Ucap Irene dengan mulut terbuka lebar karena takjub.
"Air laut tersebut dapa bergerak karena hewan laut bernama Surlind." Jelas Hanix di tengah-tengah kekaguman Irene.
"Tapi mengapa Surlind tersebut menggerakkan air laut seperti ini?" Tanya Irene tanpa mengalihkan perhatiannya dari laut.
"Surlind memang hewan-hewan yang suka bermain-main. Terlebih saat hujan cahaya, ia akan menggerakkan air seperti sekarang ini." Jelas Hanix dengan senyum di wajahnya, membuat Irene menganggukkan kepala karena mengerti.
"Wah Deiforn itu sangat indah bagai negeri impian. Aku beruntung bisa kesini." Komentar Irene.
"Yah Deiforn memang negeri yang sangat indah. Tapi ada beberapa penghuninya yang suka mencari masalah." Ucap Hanix, senyum di wajahnya perlahan-lahan pudar.
Menyadari perubahan suasana yang begitu mendadak, Irene mengalihkan pandangannya kepada Hanix. Hanix yang tadi selalu tersenyum kini terlihat sangat sedih. Kesedihanya begitu menular hingga dapat Irene rasakan kesedihan itu.
"Seperti bangsa Ranriel, ia begitu sering membuat keributan di deiforn. Bahkan mereka tega membunuh sebagian bangsaku dan seluruh keluargaku." Ucap Hanix dengan penuh kesedihan. Perlahan-lahan air matanya keluar tetes demi tetes.
"Sudah kau tak perlu bersedih lagi." Ucap Irene berusaha menenangkan Hanix. Anehnya kesedihan Hanix begitu menular, hingga Irene perlahan-lahan mengeluarkan air matanya saat melihat wajah sedih Hanix.
Kini di tengah riuhnya hujan cahaya dan mengahnya air laut yang menari-nari, kedua orang tersebut merasakan kesedih. Yang satu berbagi kesedihan dan yang satu lagi dengan rela menerima kesedihan itu. Irene yang awalnya ingin memanfaatkan Hanix untuk pulang ke dunia menjadi benar-benar ingin menemani Hanix saat merasakan kesedihannya.
"Sudahlah kau tak perlu bersedih lagi karena ada aku disini menemanimu." Ucap Irene. Ucapan Irene tersebut membuat Hanix hilang kesedihannya.
"Terima kasih. Ternyata kau benar-benar makhluk yang baik
Perlahan-lahan hujan cahaya mulai berhenti. Laut juga telah kehilangan kemampuannya untuk menari. Udara begitu dingin. Langit begitu gelap dan begitu kelam. Bulan dan bintang terlihat meredup seperti enggan membagi cahaya.
"Pertunjukkannya sudah habis. Kalau begitu kenapa kau tidak kembali ke duniamu." Ucap Hanix memandang Irene.
"Aku sebernanya kemari secara tidak sengaja dan sekarang aku tak tahu caranya untuk pulang." Ucap Irene.
"Tenang saja aku akan membantu mencari cara agar kau bisa pulang." Ucap Hanix dengan tulus sembari megenggam tangan Irene.
"Kau sendiri kenapa kau tidak bersama bangsamu." Tanya Irene.
"Aku sedang pergi karena aku sedang ingin jalan-jalan dan tempat bangsaku berada jauh darisini lebih tepatnya berada di dekat bangsa Narmos." Ucap Hanix dengan senyum khasnya.
"Bangsa Narmos, bangsa apa itu?" Tanya Irene
"Bangsa Narmos merupakan bangsa terkuat di Deiforn selain bangsa Ranriel. Jika bangsa Narmos tidak datang saat bangsa Ranriel membantai bangsaku, pasti bangsaku sudah punah saat ini." Jelas Hanix panjang lebar.
"Kalau begitu kita harus mencari temlat untuk tidur." Ucap Hanix.
"Ya benar. Tubuhku sudah lelah sekali." Ucap Irene bangkit berdiri.
"Kita tidur saja di padang rumput itu." Ucap Hanix seraya menunjuk padang rumput yang berwarna-warni. Padang tumlut tersebut terletak di belakang lautan dan terletak di depan hutan. Padang rumput tersebut merupakan padang rumput yang berbeda saat Irene sampai sini.
Mereka berdua pun segera menuju padang rumput tersebut dan saat sampai sana mereka menyalakan api dan langsung tidur tanpa banyak bicara.
"Wah ini indah sekali. Aku tak menyangka ada tempat sebagus ini." Ucap Irene mengagumi pemandangan yang ia lihat. Matanya memandang jauh menganggumi sampai ujungnya.
Irene mencabut sehelai rumput dari tanah. Ia mengamati struktur rumput tersebut dengan saksama. Namun saat asyik mengamati, tiba-tiba rumput tersebut berubah menjadi serbuk cahaya yang berwarna-warni. Lalu bagai keajaiban yang menghilang, rumput tersebut lenyap tertiup udara.
"Wah keren sekali. Apa ini semacam sulap?" Ucap Irene tak henti-hentinya menganggumi apa yang ia lihat. Keindahan tempat ini membuat dirinya terlena dan lupa bahwa ia sedang di tempat antah-berantah. Ini semua bagai keajaiban yang sering ia dengar dari dongeng-dongeng masa kecilnya.
Merasa bahwa yang ia lihat tadi begitu indah, Irene mencabut beberapa helai rumput sekaligus dan ia terbangkan rumput berwarna-warni tersebut ke udara. Seketika rumput-rumput itu kembali menjadi serbuk cahaya berwarna-warni. Sebelum akhirnya hilang tertiup udara, serbuk tersebut hilang bersama keajaibannya.
"Oh iya aku kan sedang tersesat." Ucap Irene dengan panik. Ia baru sadar bahwa dirinya sedang tersesat dan berhenti bermain-main. Namun hatinya merasa sedikit lega karena tersesat di tempat seindah ini.
Irene pun mengedarkan pandangannya. Di kejauhan ia hanya dapat melihat hutan. Hutan tersebut terlihat sangat indah saat bermandikan cahaya bulan dan bintang, membuat Irene lagi-lagi berdecak kagum. Melihat hanya ada hutan, ia pun segera berjalan menuju hutan tersebut.
Setelah berjalan sekitar setengah jam, akhirnya Irene sampai di depan hutan tersebut. Ia ragu sesaat untuk memasuki hutan tersebut. Ia pun mendonggakkan kepalanya ke atas. Bulan dan bintang terlihat sangat indah dengan latar langit malam, namun juga terasa kelam. Pemandangan itu mengirim sinyal tak enak ke hati Irene. Terlebih lagi bau tak sedap pun menguar dari dalam hutan tersebut. Namun Irene meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Segala sesuatu di hutan ini sangat menyeramkan. Batang-batang pohon di hutan ini terlihat seperti ingin mencengkram segala sesuatu yang memasukinya, seakan-akan hutan ini tak mengijinkan seorang pun memasukinya. Daun-daun di hutan ini berwarna hijau kehitam-hitaman seakan-akan ada kekuatan tersembunyi yang menyelubunginya.
Secara perlahan Irene melangkahkan kaki memasuki hutan. Langkahnya pelan namun pasti. Rimbunya pepohonan menghalangi cahaya rembulan masuk, seakan-akan menghalangi kebaikan memasukinya. Hutan ini ternyata sangat menyeramakan.
Irene terus menyusuri hutan tersebut, berharap menemukan jalan kembali ke rumah neneknya. Namun suatu suara di depan menakutinya. Suara tersebut seperti suara mengingatkan Irene dengan suara barang yang sedang diseret. Perlahan lahan suara tersebut mendekati Irene, membuat tubuh Irene membeku karena ketakutan.
Suara tersebut semakin dekat dan Irene sudah memersiapkan dirinya untuk menghadapi itu dengan berani. Suara tersebut tiba-tiba hilang, membuat Irene kebingunggan. Irene tetap waspada dan memerhatikan sekitar. Rasa gugup perlahan-lahan menjalar di tubuhnya.
Irene merasa seperti berada di tengah-tengah film horor
"Ha." Sesosok makhluk tiba-tiba muncul di depan Irene dan mengagetkannya sampai Irene terjatuh karena terkejut. Benar-benar seperti hantu di film horor, kemuculannya begitu tiba-tiba dan mengejutkan.
Irene pun menenangkan dirinya dan berdiri. Irene menatap makhluk di depannya dengan pandangan marah, seakan-akan siap menerkam makhluk di depannya. Mata memancarkan kilatan kemarahan.
"Kau berani-beraninya mengagetkanku. Apa kau sudah bosan hidup." Ucap Irene sangat murka. Irene berani seperti ini kepada makhluk di depannya karena makhluk di depannya penampilannya tidak menakutkan. Jika tidak, Irene tidak akan berani.
Makhluk tersebut berbentuk seperti gumpalan tanah yang cukup besar dengan tangan seperti belalai gajah yang juga berwarna coklat. Makhluk tersebut tak memiliki kaki jadi suara terseret tadi berasal dari dia yang sedang berjalan.
"Iya maaf. Aku hanya ingin bersenang-senang saja." Ucap makhluk tersebut dengan cengiran di wajahnya. Ia terlihat ceria sekali.
"Untung aku sedang berbaik hati. Kau kumaafkan." Ucap Irene berpura-pura memaafkan makhluk tersebut, padahal dirinya masih kesal setengah mati karena dikagetkan. Ia berpura-pura memaafkan makhluk tersebut, karena mungkin saja ia dapat membantunya pulang. Sungguh Irene licik sekali.
"Kalau begitu perkenalkan namaku adalah Hanix dan aku berasal dari bangsa Themet." Ucap Hanix memberitahu namanya yang terdengar asing di telinga Irene.
"Tunggu dulu sebenarnya aku ini ada dimana?" Tanya Irene. Ia bingung, rumput yang bisa menjadi serbuk cahaya dan makhluk aneh di depannya ini membuatnya yakin ia berada di negeri yang aneh seperti Narnia yang novelnya pernah ia baca.
"Kau saat ini berada di deiforn." Ucap Hanix dengan cengiran khasnya. Sesungguhnya Hanix ini makhluk yang sangat ramah.
"Deiforn?" Tanya Irene tak percaya dengan nama asing tersebut. Matanya menyipit meminta keyakinan.
"Iya deiforn tempat yang sangat indah." Ucap Hanix seraya melebarkan tangannya, seakan-akan diantara kedua tangannya itu terbentang dunia Deiforn.
"Ngomong-ngomong kau berasal dari bangsa apa. Aku belum pernah melihat yang sepertimu sebelumnya." Tanya Hanix yang terbiasa mengelompokkan makhluk berdasarkan bangsanya.
"Aku bukan berasal dari dunia ini dan aku seorang manusia." Ucap Irene.
"Jadi kau bukan dari dunia ini. Pantas saja aku belum pernah melihat yang sepertimu sebelumnya. Kalau begitu kau berasal dari mana?" Tanya Hanix terlihat begitu polos dengan mata yang ia gerakkkan ke atas.
"Aku berasal dari tempat bernama bumi. Kau pernah mendengarnya?" Ucap Irene.
"Aku belum pernah mendengarnya. Tempat seperti apa bumi itu?" Tanya Hanix dengan wajah yang ia majukan sedikit.
"Bumi itu sebenarnya sangat indah tapi banyak manusia yang merusaknya." Ucap Irene.
"Hmm jadi begitu. Kalau begitu manusia merupakan makhluk yang jahat." Ucap Hanix sembari menganggukkan kepalanya, membuat kesimpulan sendiri.
"ASTAGA kalau begitu aku sedang bersama makhluk yang jahat." Ucap Hanix tiba-tiba menyadari sesuatu berdasarkan kesimpulan yang aneh itu.
Mendengar hal itu membuat Irene mendidih kembali. Ia mengepalkan tanganya dan mengarahkannya ke wajah Hanix. Membuat Hanix meringis kesakitan.
"Wah ternyata kau benar-benar jahat. Kalau begitu aku harus menjauj darimu." Ucap Hanix bersiap meninggalkan tempat itu, namun ditahan oleh Irene.
"Tunggu dulu. Maksudku hanya beberapa saja yang jahat karena ada juga manusia yang baik." Ucap Irene menahan Hanix, karena Hanix merupakan satu-satunya kunci untuk ia keluar dari tempat ini.
"Kalau kau tidak jahat mengapa wajahmu seperti itu dan kenapa kau memukulku tadi?" Ucap Hanix dengan polos meminta penjelasan.
"Maafkan aku. Habisnya kau begitu mengesalkan." Ucap Irene berusaha agar makhluk di depannya ini tetap bersama dirinya.
"Hmm baiklah." Ucap Hanix
Hanix tiba-tiba memandang ke atas, ke arah langit. Langit terlihat tak lagi terlihat hitam pekat seperti tadi. Kali ini seakan-akan ada warna-warni di langit tersebut yang telihat samar.
"Hei sepertinya sebentar lagi hujan akan turun." Ucap Hanix memandang ke arah Irene.
"Kalau begitu kita cari tempat berteduh, rimbunnya pepohonan di hutan ini tak akan cukup untuk membuat kita agar tetap kering." Ucap Irene ingin beranjak pergi, namun tangannya di tahan oleh tangan Hanix.
"Jangan menyentuh tanganku dengan tanganmu." Ucap Irene terlihat jijik.
"Maaf. Tak kita tak akan kebasahan." Ucap Hanix.
"Kau bilang sebentar lagi akan hujan dan jika kita masih berada disini tentunya kita akan kebasahan." Ucap Irene.
"Kau tunggu dan lihat saja sebentar lagi." Ucap Hanix tersenyum penuh arti.
"Tunggu ap...." ucapan Irene terhenti karena ada setetes cahaya berwarna merah turun dari langit tepat di depan matanya. Irene kaget karena yang turun bukanlah setetes air melainkan setetes cahaya.
Irene pun sangat takjub melihat fenomena ini.
Berawal hanya setetes cahaya yang turun dari langit, cahaya-cahaya berwarna-warni yang lainnya pun mengikuti, menciptakan hujan cahaya yang sangat indah.
"Di deiforn tak hanya ada hujan air saja, hujan cahaya juga ada." Jelas Hanix kepada Irene yang terlihat kebingungan.
"Tak kupercaya ada hujan cahaya. Ini sangat indak sekali." Komentar Irene kagum.
Tetes demi tetes cahaya itu terus berjatuhan, menghujam Deiforn dengan keindahannya. Cahaya yang turun akan berada di atas tanah dan berkumpul di lubang-lubang menciptakan kolam kecil cahaya. Pemandangan ini sangat indah, sangat sayang untuk dilewatkan.
Hujan cahaya terus terun di Deiforn. Cahaya-cahaya seakan-akan ingin memamerkan keindahannya kepada Irene yang baru saja tiba di Deiforn, menyambutnya dengan keindahan.
"Kau mau lihat yang lebih indah lagi?" Tanya Hanix.
"Ada yang lebih indah dari ini?" Tanya Irene tak percaya
"Tentu saja." Ucap Hanix dengan senyum khasnya.
"Kalau begitu dimana itu?" Tanya Irene penasaran tempat indah apa yang dimaksud Hanix.
"Ayo ikuti aku." Ucap Hanix seraya beranjak pergi dengan diikuti Irene.
Mereka berjalan di hutan tersebut sampai akhirnya mereka dapat keluar. Saat keluar dari hutan tersebut, di kejauhan Irene dapat melihat cahaya terang berwarna-warni.
Cahaya tersebut seakan-akan mengajak Irene menghampirinya. Cahaya tersebut terlihat menggoda sekali untuk didatangi. Cahaya itu terlihat sangat magis sekali dari kejauhan.
"Itu tempatnya, ayo." Ucap Hanix seraya menunjuk cahaya tersebut. Irene penasaran cahaya apa itu. Bahkan Irene sampai lupa dengan keindahan hujan cahaya yang masih terjadi.
Setelah berjalan cukup lama, sampailah Irene di tempat cahaya tersebut berasal. Ternyata cahaya tersebut merupakan lautan yang berwarna-warni karena terkena hujan cahaya. Lautan ini terlihat sangat magis saat terkena hujan cahaya.
Irene takjub sekali saat melihat laut yang mengeluarkan cahaya berwarna-warni tersebut. Lautan inilah hal yang paling indah selama Irene berada di Deiforn sampai saat ini. Irene pun duduk di tepi laut tersebut sedangkan Hanix tidak bisa duduk dikarenakan bentuk tubuhnya.
"Wah, Deiforn benar-benar negeri yang sangat indah." Ucap Irene.
"Ini belum bagian terbaiknya." Ucap Hanix kepada Irene.
"Memangnya ada apa lagi?" Tanya Irene tak percaya aa yang lebih indah dari laut di depannya.
"Tunggu sebentar lagi." Ucap Hanix.
Irene pun menunggu sesuai perkataan Hanix. Di bawah hujan cahaya dan di pinggir laut bercahaya Irene menunggu. Ia menunggu di antara dua keindahan.
Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba air laut yang semula tenang mulai bergerak.Irene menuggu dengan saksama sedangkan Hanix, ia hanya tersenyum dengan tangannya yang seperti belalai bergerak karena tertiup angin.
Air laut yang semula bergerak secara perlahan, semakin lama gerakannya semakin intens. Hingga pada puncaknya air laut yang bercahaya tersebut bergerak tinggi ke atas. Air tersebut bagi menari-nari di udara. Irene sangat takjub melihat air laut yang bercahaya bergerak bagai menari-nari.
Air laut itu bergerak-gerak membentuk banyak hal. Pertama-tama air laut itu membentuk seperti seekor lumba-lumba lalu ia membentuk pohon-pohon dengan bentuk beraneka ragam. Selanjut Aor lut itu membentuk banyak bentuk geometris yang sangat indah.
Air laut itu bergerak dengan gemulainya memberikan pertunjukkan yang sangat indah kepada siapa saja yang melihatnya. Air laut ini memancarkan keindahannya yang tiada tara kepada Irene. Irene beruntung dapat menyaksikan ini.
"Wah ini indah sekali." Ucap Irene dengan mulut terbuka lebar karena takjub.
"Air laut tersebut dapa bergerak karena hewan laut bernama Surlind." Jelas Hanix di tengah-tengah kekaguman Irene.
"Tapi mengapa Surlind tersebut menggerakkan air laut seperti ini?" Tanya Irene tanpa mengalihkan perhatiannya dari laut.
"Surlind memang hewan-hewan yang suka bermain-main. Terlebih saat hujan cahaya, ia akan menggerakkan air seperti sekarang ini." Jelas Hanix dengan senyum di wajahnya, membuat Irene menganggukkan kepala karena mengerti.
"Wah Deiforn itu sangat indah bagai negeri impian. Aku beruntung bisa kesini." Komentar Irene.
"Yah Deiforn memang negeri yang sangat indah. Tapi ada beberapa penghuninya yang suka mencari masalah." Ucap Hanix, senyum di wajahnya perlahan-lahan pudar.
Menyadari perubahan suasana yang begitu mendadak, Irene mengalihkan pandangannya kepada Hanix. Hanix yang tadi selalu tersenyum kini terlihat sangat sedih. Kesedihanya begitu menular hingga dapat Irene rasakan kesedihan itu.
"Seperti bangsa Ranriel, ia begitu sering membuat keributan di deiforn. Bahkan mereka tega membunuh sebagian bangsaku dan seluruh keluargaku." Ucap Hanix dengan penuh kesedihan. Perlahan-lahan air matanya keluar tetes demi tetes.
"Sudah kau tak perlu bersedih lagi." Ucap Irene berusaha menenangkan Hanix. Anehnya kesedihan Hanix begitu menular, hingga Irene perlahan-lahan mengeluarkan air matanya saat melihat wajah sedih Hanix.
Kini di tengah riuhnya hujan cahaya dan mengahnya air laut yang menari-nari, kedua orang tersebut merasakan kesedih. Yang satu berbagi kesedihan dan yang satu lagi dengan rela menerima kesedihan itu. Irene yang awalnya ingin memanfaatkan Hanix untuk pulang ke dunia menjadi benar-benar ingin menemani Hanix saat merasakan kesedihannya.
"Sudahlah kau tak perlu bersedih lagi karena ada aku disini menemanimu." Ucap Irene. Ucapan Irene tersebut membuat Hanix hilang kesedihannya.
"Terima kasih. Ternyata kau benar-benar makhluk yang baik
Perlahan-lahan hujan cahaya mulai berhenti. Laut juga telah kehilangan kemampuannya untuk menari. Udara begitu dingin. Langit begitu gelap dan begitu kelam. Bulan dan bintang terlihat meredup seperti enggan membagi cahaya.
"Pertunjukkannya sudah habis. Kalau begitu kenapa kau tidak kembali ke duniamu." Ucap Hanix memandang Irene.
"Aku sebernanya kemari secara tidak sengaja dan sekarang aku tak tahu caranya untuk pulang." Ucap Irene.
"Tenang saja aku akan membantu mencari cara agar kau bisa pulang." Ucap Hanix dengan tulus sembari megenggam tangan Irene.
"Kau sendiri kenapa kau tidak bersama bangsamu." Tanya Irene.
"Aku sedang pergi karena aku sedang ingin jalan-jalan dan tempat bangsaku berada jauh darisini lebih tepatnya berada di dekat bangsa Narmos." Ucap Hanix dengan senyum khasnya.
"Bangsa Narmos, bangsa apa itu?" Tanya Irene
"Bangsa Narmos merupakan bangsa terkuat di Deiforn selain bangsa Ranriel. Jika bangsa Narmos tidak datang saat bangsa Ranriel membantai bangsaku, pasti bangsaku sudah punah saat ini." Jelas Hanix panjang lebar.
"Kalau begitu kita harus mencari temlat untuk tidur." Ucap Hanix.
"Ya benar. Tubuhku sudah lelah sekali." Ucap Irene bangkit berdiri.
"Kita tidur saja di padang rumput itu." Ucap Hanix seraya menunjuk padang rumput yang berwarna-warni. Padang tumlut tersebut terletak di belakang lautan dan terletak di depan hutan. Padang rumput tersebut merupakan padang rumput yang berbeda saat Irene sampai sini.
Mereka berdua pun segera menuju padang rumput tersebut dan saat sampai sana mereka menyalakan api dan langsung tidur tanpa banyak bicara.
Komentar
Posting Komentar