Deiforn (1.kematian sang nenek)

Petir menari-nari di langit senja yang mendung, sang mentari bersembunyi di balik awan kelabu. Langit mengeluarkan tangisannya membasahi seluruh permukaan bumi. Bau tanah basah menguar kuat menusuk indra penciuman.

Di tengah riuhnya hujan seorang gadis berdiri menunggu jemputan orang tuannya dengan dinaungi atap sekolah. Sekolahnya sudah sepi karena jam pulang sekolah sudah lama berlalu, hanya ada beberapa siswa saja yang masih menunggu jemputan.

Langit semakin gelap dan hujan bertambah deras. Gadis tersebut masih setia menunggu jemputan orang tuanya.

Penampilan gadis tersebut cukup menarik. Rambutnya yang sebahu berwarna hitam. Ia cukup tinggi dan berkulit putih pucat. Wajah terpahat sempurna, matanya berwarna biru memancarkan pesona yang kuat dengan dihiasi alis yang tebal. Hidungnya mancung dan bibirnya tipis.

Ia bernama Irene Crosby seorang gadis cerdas dan juga keras kepala sehingga ia kerap kali menyusahkan orang disekitarnya. Namun terlepas dari keras kepalanya itu ia merupakan seseorang gadis yang baik hati.

Sudah sangat lama ia menunggu sampai sebuah mobil berwarna hitam milik orang tuannya terlihat dari kejauhan. Irene menghembuskan napas leganya karena kakinya sudah sangat pegal karena terlalu lama berdiri.

Saat mobil orang tuanya sudah berada di hadapannya, Irene langsung menghampirinya dan membuka pintu penumpang bagian depan tak peduli dengan hujan yang membasahi tubuhnya.

Saat Irene membuka pintu penumpang, ia menyatukan alisnya karena bingung. Mengapa ibunya duduk di kursi itu dan ayah berada di balik kemudi, karena seharusnya hanya ibunya yang menjemput dirinya.

Lebih anehnya lagi mereka berdua tampak sedih, Irene pun menggerakkan mulutnya ingin bertanya, namun tertahan karena ucapan ibunya.

"Irene cepat masuk nenekmu sudah meninggal." Ucap ibunya dengan nada sedih, mulutnya bergetar.

Kabar buruk itu datang bersamaan dengan petir yang menyambar. Irene sangat terkejut mendengar berita ini, ia sedih. Perlahan cairan bening mengalir perlahan dari kedua matanya.

Tanpa banyak bertanya lagi Irene segera menaiki mobil dan duduk di kursi belakang. Hati terasa sedih tapi tidak terlalu karena ia tidak dekat dengan neneknya, namun tetap saja ia merasa sedih.

Mobil pun segera berjalan dengan kecepatan tinggi menembus derasnya hujan. Langit semakin lama semakin gelap, senja beranjak menuju malam.

Suasana di mobil sangat hening, tidak ada satu pun yang mengeluarkan hanya suara hujan yang terdengar. Beberapa saat terjadi keheningan sampai Irene bertanya.

"Bu, bagaimana nenek meninggal, ini sangat mendadak sekali." Tanya Irene dengan sedikit nada sedih.

Marisa, ibunya irene terdiam sebentar. Ia berusaha menenangkan hatinya dahulu dari kesedihan karena ibunya meninggal, tak lama kemudian ia menjawab

"Nenek mu meninggal karena serangan jantung saat ia sedang tidur. Ia meninggal dalam tidurnya."

Irene mendengarkan dengan saksama seraya melihat keluar melalui kaca mobil. Mobilnya kini memasuki hutan pinus. Langit semakin gelap menandakan malam sudah tiba namun hujan tak kunjung reda.

Setelah percakapan yang sangat singkat itu keheningan kembali terjadi. Semuanya sibuk dengan pikirannya masing-masing sampai akhirnya Irene tertidur karena kelelahan.

_________

Irene tetidur dengan nyenyak sampai tepukan lembut di pipinya membangunkannya. Irene pun membuka matanya secara perlahan. Ia masih setengah sadar saat membuka matanya.

Hal yang pertama kali Irene lihat saat membuka mata adalah ayahnya yang sedang berdiri sambil memegang pintu mobil. Wajahnya tampak sangat letih. Matanya tampak merah. Ibunya tidak ada mungkin sudah duluan masuk ke dalam.

"Irene ayo bangun kita sudah sampai." Ucap Erick ayah dari irene.

Di luar hujan sudah berhenti. Bau tanah basah menguar menyerang indra penciuman. Angin malam berhembus sangat kencang, udaranya sangat dingin.

Sebelum menjawab ucapan ayahnya Irene mengedarkan pandangannya. Dari dalam mobil Irene dapat melihat sebuah rumah yang cukup yang terbuat dari kayu, rumah tersebut dikelilingi pepohonan yang sangat lebat. Irene merasa berada di dalam hutan.

"Tubuhku pegal sekali." Ucap irene sambil berajak dari mobil. Ayahnya memberi jalan kepada Irene agar ia bisa keluar. Irene pun berjalan dengan langkah pasti. Jarak mobil dari rumahnya cukup jauh.

Tanah yang basah membuat sepatu Irene kotor. Irene sudah menganti seragamnya dengan bajunya sebelum akhirnya ia tertidur lagi. Angin malam bertiup kencang menusuk sampai ke tulang, Irene mengeratkan jaket yang ia pakai.

Setelah berjalan cukup jauh akhirnya ia sampai di depan pintu rumah neneknya. Di dalam banyak kerabat Irene yang berpakaian hitam. Irene pun berjalan masuk menuju jasad neneknya berada.

Setelah sampai, ia melihat jasad neneknya terbujur kaku dalam peti mati. Ibunya menangis disamping peti mati neneknya, tatapanya kosong. Irene pun berdiri di sudut sambil memandangi neneknya.

Hatinya sedih melihat neneknya terbaring tak bernyawa. Hatinya terasa lebih sedih melihat ibunya tak rela melepas kepergiannya. Para keluarga tak henti hentinya menangisi jasad nenek Irene.

Di malam itu Irene hanya menghabiskan waktunya di sudut sambil menatap jasad neneknya. Ia melepas kepergian neneknya hanya dengan tatapan.

Pemakaman dilaksanakan keesokan harinya. Pemakaman berlangsung secara khidmat. Para anggota keluarga sudah tak menangis lagi, mereka sudah ikhlas.

_________


Irene saat ini sedang menatap layar ponselnya dengan pandangan kesal. Dirinya saat ini sedang kesal karena tidak ada sinyal. Dirinya ingin sekali membanting ponselnya itu karena saking kesalnya.

Merasa jengah, akhirnya Irene membanting ponselnya ke kasur dengan pelan karena sebenarnya dirinya juga tak ingin ponselnya rusak. Ia pun berjalan menuju jendela kamarnya yang terletak di lantai dua.

Dari jendela Irene dapat melihat banyaknya bintang yang sangat indah. Ia pun membuka jendelanya untuk merasakan angin malam yang segar. Saat jendelanya sudah terbuka, angin malam langsung menerpa kulit wajahnya dengan lembut.

Irene saat ini sedang lelah karena baru tadi siang pemakaman neneknya berlangsung. Angin malam yang menerpanya membantu Irene melepas lelahnya.

Irene dapat mencium bau pedesaan yang khas. Dari kejauhan Irene dapat mendengar suara sungai dan juga suara binatang malam yang berpadu menghsilkan suara yang nyaman di telinga siapapun.


Irene terus menatap bintang di langit yang mengelilingi bulan. Hutan yang mengelilingi rumah ini terlihat sangat indah bermandikan cahaya bulan. Irene senang bisa menikmati pemandangan  ini selama dua hari ke depan sebelum ia kembali ke rumahnya.

Merasa cukup, Irene pun menutup jendela dan berjalan keluar kamarnya. Irene berjalan menuruni tangga menuju lantai satu. Saat di lantai satu ia pun langsung menuju ruang tamu.

Ruang tamu di rumah di rumah ini cukup luas. Dinding di ruang tamu di hiasi oleh beberapa lukisan antik yang kelihatan mahal, selain itu terdapat juga kepala rusa yang diawetkan. Meja dan bangkunya juga terkesan antik.

Di bangku itu duduk ketiga sepupu Irene. Ketiga sepupunya itu bernama Erina, Jake, Peter. Jake dan peter merupakan anak kembar dari paman Irene yang juga kakak ibunya. Sedangkan Erina terlahir dari bibi Irene yang merupakan adik ibunya.

"Temanku yang bernama Isabel benar-benar membocorkan rahasiaku."  Ucap Erina dengan penuh emosi sambil mengebrak meja.

Erina merupakan sepupu yang paling dekat Irene. Ia bernampilan menarik. Mata hijaunya mampu membius siapapun, hidungnya yang mancung. Rambutnya berwarna cokelat dan kulit putih menyempurnakan penampilannya.

Irene duduk di sebelah Erina berhadapan-hadapan dengan dua sepupu laki lakinya. Diantara ketiga sepupunya Erina yang mempunyai suara paling nyaring, jadi sudah dipastikan telinga Irene akan kesakitan karena duduk disebelahnya.

"Perempuan memang susah menjaga rahasia. Aku pernah baca di majalah mereka hanya mampu menjaga rahasia selama 47 jam, sebelum akhirnya rahasia itu tersebar luas." Ucap Peter yang duduk tepat di depannya dengan nada malas sambil menaikkan kakinya ke meja.

Peter mempunyai saudara kembar bernama jake. Mereka berdua benar-benar mirip. Mulai dari mata coklatnya, warna rambutnya yang berwarna cokelat. Perbedaanya hanya Peter sedikit lebih tinggi daripada Jake

Setelah peter berkomentar, tiba-tiba saja Irene memukul kepala Peter dengan cukup keras. Membuat Peter langsung duduk dengan tegak sambil menatap Irene marah.

"Hei bodoh mengapa kau memukulku." Peter yang tak tahu kesalahanya bertanya dengan marah sembari mengusap kepalanya.

"Kau yang bodoh. Aku merasa tersinggung dengan ucapanmu itu." Ucap Irene tak kalah marah sembari menyandarkan punggungnya.

Irene memang sangat sulit untuk menjaga rahasia. Suatu waktu ia pernah membocorkan rahasia Jake yang membuatnya dihukum oleh orang tuanya. Jadi saat  ia merasa tersinggung saat mendengar ucapan Peter


"Kalau kau tersinggung berarti kau memang seperti itu."  Jake menimpali, terlihat masih menyimpan dendam.

"Kau mau kupukul juga hah." Ucap Irene, tangannya pun bersiap ingin memukul namun ditahan oleh Erina.

"Sudah jangan membuat keributan, yang boleh membuat keributan hanya aku saja." Ucap Erina sembari menurunkan tangan Irene yang ia tahan tadi

"Terserah kau saja." Ucap Irene mengalah dengan berat.

"Oh ya menurut rumor yang beredar, nenek kita bukan orang yang baik." Ucap Peter memulai pembicaraan dengan raut wajah serius.

"Tidak baik bagaimana?" Tanya Jake penasaran.

"Apakah soal ia menyimpan kekayaan sendiri dan tak mau berbagi dengan orang tua kita." Ucap Erina.

"Ya benar, aku pun pernah mencuri dengar hal tersebut dari orang tua ku." Ucap Irene.

"Benar sekali, kudengar nenek kita memiliki banyak harta dan harta tersebut di dapatkan dengan cara yang tidak baik." Ucap peter.

"Tidak baik seperti apa. Tentang hal tersebut aku belum pernah mendengarnya?" Ucap Erina terlihat sangat tertarik sekali dengan pembicaraan ini.

"Ku dengar nenek kita itu dulunya sering berjudi dan mendapat banyak harta dari hal itu. Ia juga merupakan lintah darat." Cerita Peter semangat sekali membicarakan keburukan neneknya.

"Benarkah?" Tanya Irene.

"Aku ragu akan hal tersebut. Kau mendengar itu darimana?" Ucap Jake skeptis.

"Ya aku kemarin mendengarnya dari obrolan para orang tua." Ucap Peter dengan penuh keyakinan

"Tega sekali mereka, nenek kita baru meninggal tapi mereka malah membicarakannya." Ucap Erina sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ucapan Erina tersebut membuat yang lainnya menatapnya dengan aneh. Erina pun langsung merasa tidak nyaman saat diperhatikan.

"Ada apa? Apa ada yang aneh?" Tanya Erina tak mengerti.

"Kau pikir kita sedang apa. Kita tak ada bedanya dengan orang tua kita. Kita juga sedang membicarakan nenek kita." Jelas Irene membuat Erina merasa malu.

"Namanya juga kita keturunan mereka. Jelas kita dan orang tua kita tak ada bedanya." Ucap Jake.

"Tapi dimana orang tua kita? Aku takut mereka mendengar pembicaraan kita." Tanya Irene ketakutan sambil mengedarkan pandanganya

"Mereka semua sedang di ruang bawah tanah, jadi tenang saja mereka tak bisa mendengar kita." Ucap Peter.

"Kalau begitu lanjutkan tentang nenek kita, aku sangat penasaran." Ucap Irene.

"Wah, kau memang benar-benar cucu tak tau diri." Ucap Erina sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Memangnya kenapa? Kalian juga penasaran kan." Ucap Irene membuat Jake dan Erina mengangguk.

"Yah sudah begitu saja." Ucap Peter enteng tak tahu bahwa ada tiga orang yang ingin menghajarnya karena kesal.

"Kau selalu saja seperti ini. Aku ingin sekali memukulmu. Menyebalkan sekali." Ucap Erina berusaha setengah mati menahan kekesalannya.

Padahal Jake, Irene, dan Erin sudah penasaran sekali dengan keburukkan neneknya, namun Peter malah menghancurkan harapan mereka dan membuat mereka sangat marah. Merasa dirinya sedang terancam, Peter pun memulai pembicaraan  baru.

"Menurut kalian bagaimana dengan harta nenek sekarang." Ucap Peter berharap kemarahan mereka menghilang.

Benar saja, ketiganya mulai tertarik dengan hal tersebut. Kemarahan mereka perlahan-lahan menghilang. Peter merasa tenang karena kemarah mereka akhirnya mereda, api di mata ketiganya sudah menghilang. Peter pun melanjutkan.

"Apakah menurut kalian kita kebagian walau sedikit." Ucap Peter.

"Kalau begitu kapan harta nenek kita akan dibagikan?" Tanya Erina tertarik mendengar dirinya akan mendapat bagian sampai -sampai ia memajukan badanya karena antusias.

"Kurasa orang tua kita sedang pergi mengambilnya." Ucap Peter berbohong.

"Kau tidak bohong kan?" Tanya Irene menyangsikan.

"Awas saja sampai kau bohong. Kita bertiga akan menghajarmu" Kata Jake memberi peringatan.

Mendengar peringatan tersebut membuat Peter gugup. Pasalnya daritadi ia hanya asal omong saja. Peter mulai kebigungan bagaimana jika yang ia bicarakan tak terjadi. Maka ia akan dihajar habis-habisan oleh ketiga orang dihadapannya ini

Peter mulai berkeringat dingin. Masalahnya ketiga orang ini tak main-main dengan ancamannya. Peter ingat 2 tahun lalu ia berbohong seperti ini dan berakhir dengan wajahnya yang babak belur.

"Kau bohongkan!" Ucap Erina yang melihat gelagat Peter.

"Kau tahu kan kami bertiga tak suka dibohongi apalagi olehmu." Ucap Irene sambil mengepalkan tangannya di depan Peter, membuat Peter tambah gugup.

Bagi Peter waktu berjalan dengan sangat lambat. Jujur ia sangat takut dengan ketiga orang ini. Peter pun menelan ludahnya karena gugup.

"Dia berbohong. Ayo kita hajar!" Perintah Jake mengajak kedua sepupu perempuannya untuk menghajar Peter. Mereka berdiri dan bersiap melayangkan tinju mereka ke wajah Peter.

"Hei anak anak kalian mau warisan dari nenek tidak?" Teriak Ayahnya Peter dan Jake. Membuat mereka bertiga berhenti dengan tinju yang sangat dekat dengan wajah Peter. Peter pun kebingungan. Padahal tadi ia asal bicara saja.

Suatu keberuntungan yang tak terduga bagi Peter.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deiforn(novel): Sinopsis

Asal mula dipakainya obor dalam olimpiade

Jenderal Ahmad Yani